Sabtu, 12 September 2009

Selamat Jalan Mas

Dia telah berpulang
Aku tak begitu mengenalnya
Sajaknyapun tak satupun yang ku hafal
Kudengar kebesarannya dari pak Wanto, guru bahasa Indonesiaku ketika SMP
Katanya dia salah seorang sastrawan ternama

Ketika namanya disebut, tak sedikitpun hatiku bergetar
Ah, dia biasa saja
Bapakku jauh lebih luar biasa darinya, bisikku dalam hati

Tak diduga, delapan belas tahun kemudian aku bertemu dengannya
Bertatap muka, bercakap layaknya orang yang setara
Auranya tak juga menyentuhku
Terbersit dalam hatiku kala itu, kenapa aku ini, kok aku merasa biasa
Aku ini benar-benar mati rasa
Yang kuhadapi saat ini adalah si Burung Merak, yang sangat terkenal itu, yang sangat dikagumi guru bahasa Indonesiaku, yang selalu diperbicangkan ketika berbicara tentang puisi, yang selalu dihormati dan disegani
Kucoba putar otak dan hatiku sembari berbicara dengannya
Aku ingin merasakan merinding kala berbincang dengannya
Aku anak kemarin sore yang bukan siapa-siapa, rasanya kok terlalu pongah di hadapannya

Kata-kataku mengalir lancar, tanpa ragu
Dia sambut dengan serius dan kadang bercanda
Sesekali cerita-cerita berbau ’cabul’ tentang pengalamannya lugas meluncur dari bibirnya
Kuminta dia untuk mengisi orasi budaya, September 2004
Dan dia katakan ’ya, saya mau’

Tak kuasa aku memberi imbalan seperti orang lain
Keberanianku memintanya pun mungkin sebuah kekurangajaran
Dibentaknya seorang kawan karena aku dirasa tak menghargainya dengan uang sekecil itu untuk penampilan seorang Burung Merak
Merinding bulu kudukku mendengar kata-katanya yang menggelegar tiba-tiba
Pembelaannya terhadapku membuatku terhenyak
Merinding sekujur tubuhku ketika kurasakan dia menghargaiku begitu rupa
Tak dilihatnya aku seorang gadis ingusan yang bahkan tak mengerti apa itu seni
Pembicaraanpun tiba-tiba beralih tentang Babad Tanah Jawi, tentang tidak adanya ratu adil, tentang hidup dan kemudaan

Dan kini, dia telah pulang
Baru kurasakan kebesarannya
Dia memang luar biasa
Dia begitu rendah hati
Aku malu pada diriku sendiri
Aku yang bukan siapa-siapa seringkali tinggi hati

Mas Willy, energimu mempengaruhi banyak orang kala kau hidup
Dan kini, setelah kau tiadapun, energimu menyadarkanku untuk menjadi jiwa yang lebih baik

Selamat jalan mas Willy
Doaku untukmu di surga
Kau pernah mewarnai perjalanan hidupku
Kau pernah membuatku merasa bangga akan diriku
Kau pernah mengajarku tentang arti ’benar’
Sesuatu yang singkat dan kecil, namun begitu bermakna untukku, aku yang bukan siapa-siapa namun merasa bahagia menikmati perjalanan merenda harapan-harapan baru

Mataram,
8 Agustus 2009
01.44 am

Tidak ada komentar: