Selasa, 25 November 2008

Mengingatmu

Terpana kupandang tubuh pucat yang tinggal tulang berbalut kulit. Matanya terkatup rapat. Muka itu nampak begitu tenang dan bersih. Kucium dan kupeluk tubuh yang telah dingin itu. Berjuta rasa berkecamuk menjadi satu. Aku merasa begitu sakit dan kehilangan. Kutahan air mataku untuk tidak tumpah di atas tubuh yang telah suci itu. Sesuatu terasa lepas dari nuraniku. Ada sebagian dari cintaku serasa dirampas paksa untuk pergi.

Sepanjang hari kutatap tubuh itu terus-menerus untuk terakhir kalinya. Kembali terawang di benakku akan sekian lama penderitaan yang disandangnya. Terawang dengan jelas di mataku saat cintaku itu mengerang dan menangis kesakitan. Pernah ku bertanya pada Tuhan, mengapa perempuan suci dan tulus itu harus mengalami kesakitan begitu rupa di akhir hidupnya. Aku tak mengerti hingga kini, maksud apa di balik ini semua.

Namun akhirnya aku pasrah. Hidup ini begitu banyak rahasia. Hari ini adalah sebuah kenyataan, namun esok hari adalah sebuah misteri. Kelemahan akalku tak mampu menjangkau dan mengerti semuanya. Kini kuberjalan dengan kaki yang masih sedikit pincang. Namun aku yakin, aku tetap mampu berdiri tegak. Ketulusan dan semangat pelayanan perempuan yang telah mencurahkan cintanya untukku, akan selalu menemani dan mewarnai perjalananku hingga kubertemu dengannya kembali suatu saat nanti. Entah kapan.....Seperti halnya pesan seorang pater, cinta itu ada untuk melayani yang lain.Cinta tidak akan pernah habis ketika terus-menerus ditebarkan. Dan aku percaya, cinta adalah sebuah rahasia yang fitrah ada untuk mewujudkan kemanusiaan manusia. Dan cinta perempuan itu telah mengingatkanku untuk tidak terjerumus menjadi bangsat, sebuah icon rusak yang kusadari ada kecenderunagn di dalam diriku.
Terima kasih ibu. Percayalah, karyamu dan cintamu yang telah tercurah untukku tidak akan pernah sia-sia.

Dari putrimu yang selalu mengingatmu

Jakarta, 6 Juni 2004

Tidak ada komentar: